ISIM NAKIRAH DALAM TARKIBAN KALAM

Nakirah sebagai bagian dari muqadimah kalam bahkan lebih banyak susunannya dalam kalam dibanding dengan ma’rifat, oleh karena itu kami akan memberikan sebagian kecil gambaran nakirah dalam susunan kalam, diantaranya adalah :
a. Nakirah dalam Mubtada
Pada dasarnya tidak boleh membuat mubtada dari isim nakirah, dengan alasan supaya menghasilkan faidah, disamping itu derajat mubtada sebagai mahkum ‘alaih, sedangkan mahkum alaih harus pasti. Namun para Ulama Nuhat membolehkan pembuatan mubtada dari isim nakirah, dengan alas an harus menghasilkan faidah dengan kata lain harus ada musawigoh, pengertiannya adalah sesuatu yang membolehkan nakirah menjadi mubtada, diantaranya adalah :
1. Isim nakirah (mubtada) didahului oleh Jar majrur dan dharaf madruf (khabar) kedudukannya sebagai khabar muqadam mubtada muakhar. Contoh عندي نمرة
2. Isim nakirah didahului oleh istifham. Contoh هل فتى فيكم ؟
3. Isim nakirah (mubtada) didahului oleh adat nafyi. Contoh ما خل لنا
4. Mubtada isim nakirah memakai sifat. Contoh رحل من الكرام عندنا
5. Mubtada isim nakirah menjadi ‘amil. Contoh رغبة في الخير خير
6. Mubtada isim nakirah diidlafatkan pada isim nakirah. Contoh عمل بر يزين (I.H. Khudlari Hal:97)
ولا يحوز الأبتداء بالنكرة * ما لم تفيد كعندزيد نمرة .... الخ
b. Nakirah dalam Idlafat
Bentuk nakirah dalam idlafat mempunyai dua pengertian, yaitu :
1. Mudlaf nakirah idlafat terhadap mudlaf ilaih ma’rifat memberikan faidah ta’rif. Yang dimaksud Ta’rif disini adalahما دل على شيئ معين. .Contoh مال زيد
2. Isim nakirah idlafat terhadap nakirah menghasilkan takhshish, takhshish adalah الذي لم يبلغ درحة التعريف . Contoh غلام رحل. .. (I.H. Khudari Juz 2 Hal: 2)
واخصص أولا * أو أعطه التريف بالذي تلا
3. Musnad Ilaih Dengan Isim Nakirah. Kedudukan musnad ilaih adalah mahkum ‘alaih, sedangkan mahkum alaih harus tentu alias ma’rifat tetapi terkadang dibuat dengan bentuk nakirah, hal ini tentunya mempunyai sebab diantaranya ialah:
a. Meperhitungkan seorang, yakni tatkala isim jinis menuju terhadap seseorang yang pasti dengan memakai ciri-ciri yang jelas, contoh:
جاء رجل من أقصى المدينة اي رجل واحد
b. Memperbanyak, yakni menunjukan banyaknya sesuatu, yang tidak membutuhkan terhadap ma’rifat, contoh: أن له لابل
c. Tanwi’, yakni musnad ilah dimaksud dengan warna yang berbeda dari warna-warna yang diketahui, contoh : وعلى أبصاوهم غشاوة أي نوع غريب من الغشاوة
d. Ta’dzim. Musnad ilaih terbuat dari sifat yang terpuji, contoh : عندي رسول
e. Tahqir. Musnad ilah terbuat dari sifat yang tercela, contoh :
عند ملاقة حجام لقني رجل.
f. Dan masih banyak lagi alasan-alasan musnad ilaih dengan isim nakirah. (Jauharul Maknun Hal:70)
4. Membuat Musnad dengan Nakirah. Yang termasuk dengan musnad ialah fi’il, khabar dan maf’ul, adakalanya musnad terbuat dari nakirah dengan alasan, diantaranya ialah:
a. Itba’ terhadap musnad ilaih nakirah kedudukan menjadi sifat, contoh :
حاضر رجل من الكرام
b. Tafkhim, contoh : هدى للمتقين
c. Tahqir, contoh : ما زيد شيئا
d. Musnad tidak diketahui, contoh : زيد شاعر
e. Mutakalim bermaksud umum terhadap musnad, Contoh : زيد شاعر
(Jauharul Maknun hal :102)
Al-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamiin…….
DAFTAR PUSTAKA

1. Abi Muhammad ‘Abdullah Jamaluddin Bin Yusuf, Imam., 2004, Audlahul Masalik, Kerajaan Saudi ‘Arabiyah;Dar-el Aththalai’.
2. Al-Akhdlari, Abdurrahman,. Jauharul Maknun, Jiddah:Dar-el Haramain.
3. Al-Khudlari, Muhammad. Syeikh., Hasyiyatul Khudlari, Surabaya;Dar-el Ihya Kutubul ‘Arabiyah.
4. Saeful Mu’Minin, Imam., 2008, Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf, Jakarta;Amjah.

ditulis oleh : Chev el-hakiem
mangkubumi tasikmalaya

PENGERTIAN NAKIRAH

Muqadimah isim mempunyai empat yaitu:
a. Mu’rab
b. Mabni
c. Nakirah
d. Ma’rifat
Para penyusun dan pengarang buku ilmu nahwu, nakirah disatu bab kan dengan ma’rifat, kemudian dalam penyusunanya selalu didahulukan masalah nakirah daripada ma’rifat dengan alasan
هي اصل لأنها لا تحتاج في دلالتها على المعنى الذي وضعت له على القرينة, بجلاف المعرفة, فانها تحتاج الى القرينة وما يحتاج الى شيئ فرع عما لا يحتاج اليه. (أ ه. اوضح المسالك, ص:76)
Nakirah tidak membutuhkan dalam dilalahnya terhadap ma’na kepada Qorinah berbeda dengan ma’rifat, yakni ma’rifat membutuhkan terhadap qorinah dan yang membutuhkan terhadap sesuatu adalah cabang dari yang tidak membutuhkan apa-apa. ( I H. Audlohul Masalik Hal:76)
Nakirah ialah setiap isim yang bersifat umum atau menjadi induk kalimat (ashal) yaitu dimana kalimat-kalimat yang bersifat ma’rifat menjadi cabang dari nakirah. Contoh : lafadz رحل menjadi asal dari kata زيد,عمر, أحمد . Adapun secara istilahnya, para Ulama memberikan dua karakter definisi yaitu:

a. Definisi Rosam Nakirah
ما يقبل ال المؤثرة للتعريف كرجل,وفرس,وكتاب وما يقع موقع ما يقبل ال المؤثرة للتعريف, نحو ذى,من,ما, فأنها واقعة موقع صاحب,وأنسان,وشيئ (أه, أوضح المسالك, ص: 76)
Setiap lafad yang sanggup menerima ال yang berpengaruh menjadi ma’rifat seperti kata رجل menjadi الرجل. Dengan kata المؤثرة keluar lafad yang bisa menerima ال , tetapi tidak berpengaruh menjadi ma’rifat seperti ‘alam contoh عباس , alasannya adalah bahwa lafad tersebut sudah ma’rifat (‘alamiyah) sebelum masuknya ال, yang dikenal dengan ال lizziyadah. Atau ال pada isim maushul seperti الذي karena yang menjadi ma’rifatnya adalah shilah.
Ataupun nakirah itu berada pada tempat yang menerima ال, walaupun kalimat itu tidak dibumbui ال, seperti lafad ذو بمعنى صاحب نحو جاءني ذو مال , lafad ذو tersebut tidak menerima ال, tetapi berada pada tempat yang bisa menerima ال yaitu lafad صاحب. Sebagaimana Ibnu Malik mengatakan dengan bahar Rajaznya yang tertera dalam kitab Syrh Ibnu ‘Aqil.
نكرة قابل ال مؤثرا * اوواقع موقع ما قد ذكرا . اه.شرح ابن عاقل ص: 79

b. Had Tam Nakirah
كل اسم شائع في جنسه لا يختص به واحد دون أخر
Isim nakirah yang mempunyai ma’na yang universal atau belum menunjukan pada suatu jenis yang bersifat khusus, seperti lafad رجل(kamus ilmu nahwu dan sharaf). Sebagian Ulama ahli nahwi memberikan pengertian Nakirah secara had tam, yaitu:
عبارة عما شاع في جنس موجود نحو قولك رجل فأنه موضوع للأنسان الذكر البالغ, او مقدركقولك شمس وقمر فأن شمسا موضوع للكواكب النهاري الذي ينسخ ظهوره وجود الليل. (أ ه . أوضح المسالك, ص: 76) Nakirah merupakan ‘ibarat dari lafad yang bersifat universal didalam jenis yang maujud (real), maksudnya antara lafad nakirah dan afradnya ada dalam kenyataannya seperti lafad رجل, setiap person laki-laki (yang mempunyai dzakar) yang baligh baik itu Umar, Udin, Undang, dan lain-lain masuk terhadap jenis رجل .
Atau nakirah itu berbentuk jenis yang Muqaddar (bersifat kira-kira), yakni secara ta’rifiyah lafad tersebut mempunyai Afrad, tetapi dalam kenyataannya tidak mempunyai afrad, seperti matahari, adapun definisi matahari adalah bentuk bintang siang yang keberadaannya menghilangkan adanya malam. Secara ta’rif mumkin adanya matahari yang lainnya, tetapi kenyataannya hanya mempunyai satu macam (I.H. Audlohul Masalik Hal:76), dengan istilah lain disebut lafad Kulli yang hanya ada satu macam tetapi mumkin ada yang lainnya.

Al-hamdulillah kami telah menyelesaikan sebagian dari pembahasan ilmu nahwu, yaitu tentang Nakirah yang dalam pengertiannya bisa dilihat dari dua definisi, bisa menggunakan dengan definisi had tam, yaitu dengan melihat hakikat dari mua’rof dengan menggunakan jinis qarib dan fashal qarib atau rasam tam yaitu membuat ta’rif dengan menggunakan ciri khas tertentu bagi mu’araf dengan ketentuan menggunakan jinis qarib dan ‘aradl khas, yang mana dua definisi itu sama tujuannya yaitu membedakan antara satu dengan yang lainnya.

ditulis oleh : el-faqir Muhammad Chev At-Tasiki

ZAMAN MODERN Ditinjau Dari Aspek SEJARAH

Melihat secara historis, perkembangan pemikiran ilmiah berjalan sejak lama, selalu berada di belakang setiap kemajuan peradaban. Upaya manusia bermula ketika manusia melalui menemukan bagaimana cara belajar, karena dalam diri manusia mempunyai rasa keingin tahuan akan sesuatu. Manusia menemukan coba-coba (trial and error), cara tersebut membuat manusia menemukan pengetahuan ilmiah. Sejak itulah manusia menemukan bagaimana melakukan observasi dan eksperimen.

Enam episode perkembangan nilai-nilai ilmiah menurut M. Khalafallah, yaitu:

1. Zaman Purba, atau zaman batu. Oleh para sejarawan zaman ini disebut sebagai fajar awal zaman pengetahuan ilmiah. Pada zaman ini, mulai memebuat alat-alat dan senjata-senjata tertentu, kira-kira sekitar 400.000 tahun yang lalu. Sekitar 150.000 tahun yang lalu mereka menemukan pertanian. Pada zaman Fir'aun di Mesir, diantara mereka terdapat orang yang mampu menemukan dasar-dasar pertanian, urvei pertanahan dan kalkulasi banjir sungai Nil. Dari situlah mulai memerlukan jual beli. Agar keuntungan dan kerugian dapat dihitung, mereka mulai membutuhkan angka-angka.

2. Zaman Yunani, diperkirakan sampai pada permulaan abad ke-7 SM. Anggapan para sejarawan abad ini merupakan permulaan pengetahuan ilmiah yang sebenarnya. Dari sinilah dunia mengenal teori-teori unsure-unsur kimia, bilangan dan atomnya Democritus, geometrinya Plato, dan teori anatomi, botani zoology dan metalurginya Aristoteles.

3. Zaman Iskandariyah, pada abad ke-3 SM Ptelomeus mendirikan sebuah universitas dan menghasilkan para pakar, seperti Ptolomeus, Archimedes, Galen, Dioscorides, Oribasiosa, Pricles, Suclides, Theon, dan Hypatia, mereka menunggalkan sejumlah karya ilmiah, seperti astronomi, almagest, geografi, optic, geometri, pengeobatan, botani, dan matematika.

4. Zaman Islam, dorongan yang sangat besar dan legitimasi yang sangat kuat serta memberi porsi yang sangat tinggi bagi rasio dari dua sumber normative islam yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Oleh karena itu ketika terhampar pemerintahan islam diantara perbatasan Cina sampai keperbatasan prancis, para pemikir Islam mengebu-gebu bak api yang memperoleh bahan bakar untuk mempelajari jenis sains.

Pada zaman Daulah Abasiyah yang diiringi dengan iklim yang sangat kondusif, tampilah sejumlah sarjana muslim yang dapat disejajarkan dengan para ilmuan besar lainnya disegala zaman. Diantara mereka adalah Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi dan Abu Ali Husain ibn Sina, ahli dibidang kedokteran; Abdullah ibn Ahmad ibn baytar dan Abu mansyur al-Muwafaq al-Hirat, ahli dibidang farmasi; Abu Rayhan al-Biruni dan Abu Abdullah al-Idrisi, ahli dibidang astrologi; Zakaria bin Awwam, Abas bin Ali, ahli dibidang pertanian; ibn hayyan dan ibn Haitam, ahli dibidang ilmu kimia; al-Khayyam dan al-Buzjani, ahli dibdang matematika dan astronomi, dan lain-lainnya. Para intelektual muslim mengandalkan pemikiran akalnya dibuktikan melalui pengamatan dan percobaan, pengeamatan dan eksperimen, berpikir secara induktif, pengetahuan yang berdasarkan hukum dan lain-lannya.

Sebelum newton membahas atau dianggap sebagai penemu teori gravitasi namun sebelumnya hal ini telah dibahas oleh al-Khazin. Para sarjana islam telah membahas ukuran lingkaran bumi, catatan waktu equinox, menghitung jarak dan jarak antarplanet, sebelum Galileo, Kepler dan Copernicus membahasnya.

5. Zaman Renaisans, ilmu pengetahuan islam mulai surut, sementara Eropa mulai bangkit dengan mengadakan gerakan penerjemahan, mulai abad ke-3 mulai universitas-universitas didirikan, pertama di Paris, Oxford, Cambridge, di Italia dan negeri-negeri Eropa lainnya.

Tokoh-tokoh Renaisans yang penting adalah Francis bacon, Descartes, Newton, Copernicus, Galleo, Muller, Paster, Darwin, Lamarck dan lainlainnya.

6. Zaman Modern, menurut sebagian sejarawan zaman modern pada dasarnya adalah pengembangan luas dari zaman renaisans. Pada zaman ini memberikan lompatan yang sangat signifikan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sejalan dengan meluasnya ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, astronomi, astrologi dan lain-lainnya kegiatan ilmu pengetahuan lebih bersifat simulative dan kuantitatif. Dengan demikian, pernyataan-pernyataan lebih seksama dan eksak, sehingga mendekatkan kepada akses kebenaran, dan dengan didorong dengan metode keilmuan yang teruji kebenaranya, ha ini menjadi ilmu pengetahuan yang sangat dinamis.