ASWAJA

BAB I
PENDAHULUAN

Bismillahirrahmaanirrahiim…
Maha terpuji Alloh, Tuhan semesta alam, keselamatan semoga selalu menyertai Rasululloh, keluarga dan sahabat-sahabatnya.

1.1. Latar Belakang Masalah
Sejarah telah berbicara mengenai khilafiayah yang terjadi dilingkungan umat Islam, yang satu sama lain berbeda pendapat, seperti khilafiah dalam peta politik umat Islam pada masa pengangkatan khulafaul arba'ah, khilafiah dalam masalah furu' sampai khilafiah yang timbul mengenai masalah 'itiqod. Sehingga lahir firqoh-firqoh dalam tubuh Islam.
Banyak riwayat hadits mengenai akan adanya firqoh-firqoh yang berselisih faham dalam lingkungan umat Islam. Diantaranya :
والذى نفس محمد بيده لتفترق امتى على ثلاث وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار قيل من هم يا رسول الله ؟ قال اهل السنة والجماعة (رواه الطبرانى)
Melihat dari redaksi hadits tersebut, perpecahan dalam tubuh Islam ada 73 golongan. Menurut para Muhaditsun konteks hadits semacam ini banyak sekali, tetapi Isi dan tujuan hampir sama. Dan riwayat-riwayat itu menetapkan perpecahan itu antara : 71, 72, dan 73 golongan. Namun kita boleh artikan bilangan-bilangan tersebut menunjukan betapa banyaknya perpecahan yang akan terjadi dikalangan umat Islam.
Jika meneliti perkembangan sejarah Islam dari abad keabad, maka yang dikatakan Nabi itu nyata kebenarannya. Menurut kitab Bughiah karangan Mufti Syeikh Sayid Abdurrohman yang dimasyhurkan dengan gelar Ba'lawi, bahwa 72 firqoh yang sesat itu berpangkal pada 7 firqoh yaitu : Kaum Syi'ah, kaum Khowarij, kaum Mu'tazilah, kaum Murji'ah, kaum Najariah, kaum Jabariyah, kaum Musyabihah.

1.2. Perumusan Masalah
Sudah diterangkan diatas bahwa jumlah perpecahan di kubu Islam ada 73 golongan, mungkin jumlah tersebut bukan menurut hakekatnya, tapi yang dimaksud adalah betapa banyaknya perpecahan tersebut. Ada diantara Ulama yang menganalisa, untuk menyesuaikan dengan konteks hadits diatas. Dari 73 golongan terdapat 7 aliran pokok diantaranya:
Kaum Syi'ah 22 aliran
Kaum Khowarij 20 aliran
Kaum Mu'tazilah 20 aliran
Kaum Murjiah 5 aliran
Kaum Najariyah 3 aliran
Kaum Jabariyah 1 aliran
Kaum Musyabihah 1 aliran
Jumlahnya menjadi 72 golongan, ditambah satu aliran ahli sunnah waljama'ah, cukuplah menjadi 73 golongan.
Dalam penjabaran yang akan kami sajikan tidak akan mengupas keseluruhannya, hanya faham Ahli sunnah wal-Jama'ah yang dimotori oleh Abu Hasan al-'Asyari dan al-Maturidi.

1.3. Tujuan
Melihat sejarah, dari dulu umat Islam di Indonesia menganut faham Sunny, namun akhir-akhir ini banyak bermunculan faham yang berlawanan dengan faham Sunny, sehingga ada yang memuji berlebihan terhadap faham Syi'ah, Mu'tazilah.
Disamping itu ditaburkan dengan faham Wahabiyah, Ahmadiyah, Eidenisme dan ada faham Al-Qiyadah Islamiyah yang berpendapat bahwa ada Nabi sesudah Nabi Muhammad saw. Terjadinya aliran-aliran baru yang bermunculan saat ini menimbulkan pertanyaan demi pertanyaan bagi kita, apakah kebodohan umat islam itu sendiri atau system pengajaran Islam yang berlaku sekarang itu kaku atau ada intrik politik dibelakangnya ? hal ini menjadi PR bagi kita selaku generasi muda intelektual islami.
mengungkap hal ini sangat penting untuk mengetahui tentang ahli sunnah wal-jama'ah. faham tersebut bertujuan untuk menjaga I'tiqod dan kepercayaan yang benar yang sesuai dengan tuntunan Rosululloh saw. semakin mengetahui kesalahan sesuatu, semakin kuat terhadap keyakinan kebenaran tentang sesuatu.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ahli Sunnah Wal Jama’ah

Didalam hadits dikatakan :
والذى نفس محمد بيده لتفترق امتى على ثلاث وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار قيل من هم يا رسول الله ؟ قال اهل السنة والجماعة (رواه الطبرانى)

Kalau kita mau merenungkan makna-makna dalam kalimat as sunnah dan makna-makna dalam kalimat al jama’ah, seperti yang disinggung dalam hadits diatas, kita akan tahu dengan jelas bahwa hal itu hanya cocok dan sesuai dengan golongan ahli sunnah wal jama’ah.
Arti dari ahli sunnah adalah penganut Sunnah Nabi
Arti wal-jama'ah ialah penganut ii'tiqod sebagai I'itiqad jama'ah sahabat-sahabat Nabi. Kaum ahli sunnah wal Jama'ah ialah kaum yang mengabut I'itiqad sebagai I'itiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW, dan Sahabt-sahabat beliau. I'itiqad Nabi dan para sahabat itu termaktub dalam al-qur'an dan sunnah Rasul saw yang terpencar-pencar, kemudian dikumpulkan dan dirumuskan oleh Syeikh Abu Hasan 'Ali asy'ari ( lahir dan wafat di Bashrah 260 H-324 H )

2.2. Siapa sebenarnya mereka? Apa sifat-sifat mereka? Dan apa manhaj mereka?
Berdasarkan hal itu kita bisa mengidentifikasi siapa sejatinya ahli sunnah wal jama’ah dari beberapa segi sekitar yang menyangkut sifat-sifat mereka, ciri-ciri mereka, manhaj mereka, dan definisi mereka menurut kaca mata orang-orang salafus saleh bahwa yang dimaksud ialah mereka. Sebab, pemilik rumah itu jelas yang paling tahu isi rumahnya, dan walikota itu yang paling tahu rakyatnya.
Di antara segi tinjauan yang memungkinkan kita bisa mengetahui siapa ahlu sunnah wal jama’ah itu ialah:
Pertama, sesungguhnya mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah ahli sunnah, yakni orang-orang yang mengajarkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya, dan membawanya baik dalam bentuk riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi merekalah yang paling dahulu mengenal sekaligus mengamalkan as sunnah.
Kedua, selanjutnya ialah para pengikut sahabat Rasaulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah yang menerima tongkat estafet agama dari para sahabat, yang mengutip, yang mengetahui, dan yang mengamalkannya. Mereka adalah para tabi’in dan generasi yang hidup sesudah mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya ahli sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berpegang teguh padanya, tidak membikin bid’ah macam-macam, dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman.
Ketiga, ahli sunnah wal jama’ah, mereka adalah para salafus saleh, yakni orang-orang yang setia pada Al Qur’an dan as sunnah, yang konsisten mengamalkan petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang mengikuti jejak langkah peninggalan para sahabat, para tabi’in, dan pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk umat, yang jadi tokoh panutan dalam urusan agama, yang tidak membikin bid’ah macam-macam, yang tidak menggantinya, dan yang tidak mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam agama Allah.
Keempat, ahli sunnah wal jama’ah ialah satu-satunya golongan yang berjaya dan mendapat pertolongan Allah sampai hari kiamat nanti, karena merekalah yang memang cocok dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
“Ada segolongan dari umatku yang selalu membela kebenaran. Mereka tidak merasa terkena mudharat orang-orang yang tidak mendukung mereka sampai datang urusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu..”
Dalam satu lafazh disebutkan:
“Ada segolongan umatku yang senantiasa menegakkan perintah Allah….”
Kelima, mereka adalah orang-orang yang menjadi asing atau aneh ketika dimana-mana banyak orang yang suka mengumbar hawa nafsu, berbagai kesesatan merajalela, bermacam-macam perbuatan bid’ah sangat marak, dan zaman sudah rusak. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
“Semula Islam itu asing dan akan kembali asing. Sungguh beruntung orang-orang yang asing.”
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sungguh beruntung orang-orang yang asing, yakni beberapa orang saleh yang hidup di tengah-tengah banyak manusia yang jahat. Lebih banyak orang yang memusuhi mereka daripada yang taat kepada mereka.”
Sifat tersebut cocok dengan ahli sunnah wal jama’ah.
Keenam, mereka adalah para ahli hadist, baik riwayat maupun dirayat. Karena itulah kita melihat para tokoh kaum salaf menafsiri al tha’ifat al manshurat dan al firqat al najiyat, yakni orang-orang ahli sunnah wal jama’ah, bahwa mereka adalah para ahli hadist. Hal itu berdasarkan riwayat dari Ibnu Al Mubarak, Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Ibnu Al Madini, dan Ahmad bin Sinan. Ini benar, karena para ahli hadist lah yang layak menyandang sifat tersebut, mereka adalah para pemimpin ahli sunnah.
Mengomentari kalimat al tha’ifat al manshurat Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Kalau yang dimaksud dengan mereka bukan ahli hadist, saya tidak tahu lalu siapa lagi?!”
Al Qadhi Iyadh mengatakan: “Sesungguhnya yang dimaksud dengan mereka oleh Imam Ahmad ialah ahli sunnah wal jama’ah, dan orang yang percaya pada madzhab ahli hadist.”
Menurut saya, seluruh kaum muslimin yang tetap berpegang pada fitrah aslinya dan tidak suka menuruti keinginan-keinginan nafsu serta tidak suka membikin berbagai macam bid’ah, mereka adalah ahli sunnah. Mereka mengikuti jejak langkah ulama-ulama mereka berdasarkan petunjuk yang benar.

2.3. Kenapa Dinamakan Ahli Sunnah Wal Jama’ah?
Dinamakan ahli sunnah, karena mereka adalah orang-orang yang berpegang pada sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, “Kalian harus berpegang teguh pada sunnahku.”
Adapun as sunnah ialah, syara’ atau agama, dan petunjuk lahir batin yang diterima oleh sahabat dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, lalu diterima oleh para tabi’in dari mereka, kemudian diikuti oleh para pemimpin umat dan ulama-ulama yang adil yang menjadi tokoh panutan, dan oleh orang-orang yang menempuh jalan mereka sampai hari kiamat nanti.
Berdasarkan hal inilah maka orang yang benar-benar mengikuti as sunnah disebut sebagai ahli sunnah. Merekalah yang sosok dengan kenyataan tersebut.
Sementara nama al jama’ah, karena mereka berpegang pada pesan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam untuk setia pada jama’ah atau kebersamaan. Mereka bersama-sama sepakat atas kebenaran, dan berpegang teguh padanya. Mereka mengikuti jejak langkah jama’ah kaum muslimin yang berpegang teguh pada as sunnah dari generasi sahabat, tabi’in, dan para pengikut mereka. Mengingat mereka bersama-sama bersatu dalam kebenaran, bersama-sama bersatu ikut pada jama’ah, bersama-sama bersatu taat pada pemimpin mereka, bersama-sama bersatu melakukan jihad, bersama-sama bersatu tunduk kepada para penguasa kaum muslimin, bersama-sama bersatu mengerjakan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, bersama-sama bersatu mengikuti as sunnah, dan bersama-sama bersatu meninggalkan berbagai perbuatan bid’ah, perbuatan yang terdorong oleh keinginan-keinginan nafsu, serta perbuatan yang mengundang perpecahan, maka merekalah jama’ah sejati yang mendapat perhatian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

2.4. I'tiqad Kaum Ahlussunnah Wal Jama'aah
I'tiqod sunny yang telah disusun oleh Imam Abu Hasan al'asyari, terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
1. Ketuhanan
Bahwa alloh itu yajin adanya, ia mempunyai banyak sifat. Tetapi yang wajib diketahui denganterperinci bagi muslim baligh, adalah : 20 sifat wajib pada Alloh swt, 20 sifat mustahil bagi Alloh swt, serta 1 sifat mumkin (boleh ada-boleh tiada) pada Alloh swt.
2. Malaikat
Yang wajib diyakini bagi kita adalah percaya adanya malikat, jumlah malaikat tidak terhitung namun yang wajib diketahui bagi muslim 'aqil baligh bahwa malaikat ada 10 (malaikat Jibril, Mikail, Ishrafil, Izrail, Mukar, Nakir, Rakib, Atid, malik dan Ridlwan)
3. Tentang kitab-kitab suci
Percaya adanya kitab suci yang diturunkan oleh Alloh kepada HambaNya. Kitab-kitab suci itu banyak, namun yang wajib kita yakini dengan terperinci ada 4 (Kitab Taurat, Zabur, Injil dan Al-qur'an)
4. Tentang Rasul-rasul
Umat islam harus percaya adanya nabi dan Rasul, yang wajib kita ketahui hanya 25 orang, sesuai dengan yang termaktub dalam al-Qur'an.
5. Tentang Hari kiamat
Hari terakhir akan tiba, kita harus mempercayainya. Akherat merupakan permulaan kehidupan bagi semua umat manusia, berada dalam syurga dan Neraka akan kekal.
6. Tentang Qadla dan Qadar
Qadha menurut Sunny ialah ketetapan Alloh pada azali tentang sesuatu, sedangkan Qadar ialah pengaplikasian dari qadha. Manusia wajib yakin tentang qadla dan qadar.

BAB III
KESIMPULAN

Terakhir kita sampai pada sebuah kesimpulan yang konkrit bahwa nama dan sifat ahli sunnah wal jama’ah adalah istilah yang bersumber:
Pertama, dari sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ketika beliau menyuruh dan berpesan kepada kaum muslimin untuk berpegang teguh padanya, sebagaiman sabda beliau, “Berpegang teguhlah kalian pada sunnahku”, ketika beliau menyuruh dan berpesan kepada mereka untuk setia pada jama’ah, dan melarang menentang serta memisahkan diri darinya. Jadi nama ahli sunnah wal jama’ah adalah nama pemberian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Beliaulah yang menyebut mereka seperti itu.
Kedua, dari peninggalan sahabat dan para salafus saleh yang hidup pada kurun berikutnya. Peninggalan tersebut menyangkut ucapan, sifat, dan tingkah laku mereka. Nama itu sudah mereka sepakati bersama dan menjadi sifat para pengikutnya. Peninggalan-peninggalan mereka itu ada pada karya-karya mereka yang tertulis dalam kitab-kitab hadist dan atsar.
Ketiga, istilah ahli sunnah wal jama’ah adalah keterangan syari’at yang didukung dengan kenyataan yang benar-benar ada. Istilah itu membedakan antara orang-orang yang setia pada kebenaran dari orang-orang yang suka membikin bid’ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa nafsu. Ini berbeda dengan anggapan sementara orang yang mengatakan, bahwa ahli sunnah wal jama’ah adalah sebuah nama yang muncul di tengah perjalanan zaman. Nama ini baru ada di trngah-tengah perpecahan kaum muslimin. Padahal sebenarnya tidak begitu. Itu anggapan yang keliru. Ahli sunnah wal jama’ah adalah istilah atau nama ala syari’at yang berasal dari kaum salaf umat Islam. Artinya, ia sudah ada semenjak zaman sahabat dan para tabi’in yang hidup pada periode-periode awal Islam.
Mengenai anggapan sementara orang yang sudah menjadi budak nafsu bahwa ahli sunnah itu hanya terbatas pada orang-orang salaf mereka saja, dan bahwa yang dimaksud dengan salafus saleh adalah orang-orang yang mengikuti madzhab mereka, itu memang benar. Anggapan tersebut tidak keliru, karena salafus saleh memang ahli sunnah. Begitu pula sebaliknya, baik ditinjau dari pengertian syari’at maupun kenyataannya, sebagaimana yang sudah saya kemukakan di atas. Jadi siapa yang tidak mengikuti madzhab salaf dan tidak menempuh manhaj serta jalan mereka, berarti ia telah memisahkan dari as sunnah dan jama’ah.
Perlu kita katakan kepada orang-orang sesat yang meng-ingkari as sunnah dan para pengikutnya, bahwa itulah yang dimaksud as sunnah, dan mereka itulah para pengikutnya yang bernama ahli sunnah wal jama’ah. Jika kita berpaling dan menolak ucapan yang benar ini, maka kita hanya bisa mengingatkan mereka apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Nuh alaihi salam kepada orang-orang yang berpaling dari seruan dakwahnya, seperti yang tertuang dalam firman Allah Ta’ala ini:
“Berkata Nuh, ‘Hai kaumku, bagaiman pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberi-Nya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apakah akan kamu paksakan kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?”

Alhamdulillahirabbil'aalamiin…

ditulis oleh Chev elhakiem attasikie
Daftar Pustaka

1. Abul Hasan Ismail al-Asy'ari., Mqolatul Islamiyyin wakhtilaful Mushollin, dengan Alih Bahasa, H. A. Nasir Yusuf, Drs, dan Karsidi Diningrat, Drs., dengan Judul, Prinsip-prinsip Dasar Aliran Theologi Islam, Pustaka Setia, Bandung, Cet ke-1, Mei 1998.
2. Abdul Rozak, DR. M. Ag, dan Rosihon Anwar, DR. M. Ag., Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, Cet ke-2 , Maret, 2006.
3. Sirojuddin Abbas, K. H., I'tiqad Ahlussunnah Wal-Jama'ah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, Cet ke-24, Pebruari, 2000.
4. K. H. M. Thaib Thohir Abdul Mu'in, Prof., Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, Cet ke-3, 1975.

skema pembagian hadits

1. IDLAFAT
A. ILMU HADITS
B. USHULUL HADITS
a. Hadits Riwayah
b. Hadits Drayah
2. SEGI KUANTITAS AL-HADITS
A. Hadits Mutawatir
B. Hadits Ahad
a. Hadits Masyhur
b. Hadits Aziz
c. Hadits Gharib
- Garib Mutlak
- Gharib Nisby I'tibar Mutabi' dan Syahid
3. SEGI KUALITAS AL-HADITS
A. HADITS SHOHIH
a. Shohih lidzatihi Ma'mul Bih
b. Shohih lighairihi
B. HADITS HASAN Maqbulul Hujjah
a. Hasan lidzatihi
b. Hasan Lighairihi Ghair Ma'mul Bih
C. HADITS DLA'IF
1. Berdasarkan Kecacadan Rawy
a. Hadits Maudlu'
b. Hadits matruk
c. Hadits Munkar dan ma'ruf
d. Hadits mu'alal
e. Hadits Mudraj
f. Hadits Maqlub
g. Hadits Mudhtharib Ma'mul Bih
h. Hadits muharraf
i. Hadits Mushahaf
j. Hadits mubham Majhul dan Matsur mardludul Hujjah
k. Hadits Syad dan mahfudz
l. Hadits Mukhthalith
2. Berdasarkan Gugurnya Rawy Ghair Ma'mul Bih
a. Hadits Mu'allak
b. Hadits Mursal
c. Hadits Mudallas
d. Hadits Munqathi
e. Hadits Mu'dlal
3. Berdasarkan Sifat Matannya
a. Hadits mauquf
b. Hadits maqthu

Sejarah Perkembangan Hadits

B A B I
PENDAHULUAN

Al-Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. bak berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan yang sebagainya. seluruh umat Islam seragam bahwa Hadits merupakan pedoman hidup utama setelah al-Quran. Hal-hal yang tidak dijelaskan dengan pasti dalam al-Quran, Haditslah sebagai media penjelas (mubayyin). Hal ini dijelaskan dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 44, yang artinya adalah:
"Dan Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu, agar engkau jelaskan kepada umat manusia, apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan mudah-mudahan mereka pada memikirkan"
Disamping itu kalau kita melihat kedudukan hadits maupun sunnah, dalam bidang syari'at, merupakan sandaran hukum pokok yang kedua setelah al-Quran yang disepakati oleh seluruh umat islam, walaupun ada segelintir orang yang nyeleneh dengan logika amburadulnya, menyatakan bahwa Rasulullah itu keliru dalam menyebarkan ajaran islam dengan jalan perang, dan haditsnya membikin bingung dan membikin repot dengan alasan bahwa redaksi hadits terlalu over dan hadits ndak qath'i.
Melihat pernyataan diatas, merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim untuk menyelami al-hadits dan ilmunya, bahkan Imam Sufyan Staury berpendapat sebagai berikut:
"Saya tidak mengenal ilmu yang lebih utama bagi yang berhasrat menundukan wajahnya dihadapan Allah s.w.t., selain dari ilmu hadits. Bahkan memeprlajari ilmu hadits lebih utama dari sholat dan puasa sunnat oleh karena mmempelajari ilmu ini adalah fardlu kifayah".
Dalam mempelajari hadits tidak lepas dari sejarah perkembangan hadits, dengan alasan kita akan mengetahui betapa kesungguhan yang dilakukan oleh para ahli dalam menumbuh kembangkan hadits, disamping itu kita akan mengetahui periode demi periode perkembangan riwayat-riwayatnya dari zaman kezaman hingga sampai kepada masa terkodifikasinya.

B A B II
SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS

2.1. HADITS PERIODE PRAKODIFIKASI
Pada masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat dengan kesungguhannya meperhatikan seluruh ucapan dan perbuatan Nabi atau gerak-geriknya untuk dijadikan pedoman hidup atau meneladaninya. Para sahabat menerima Hadits dari Rasulullah SAW, ada secara langsung dari beliau dengan mendengar langsung dari beliau, baik merupakan persoalan yang diajukan oleh para sahabat, maupun Nabi memulai pembicaraan sendiri. Adakalanya tidak langsung maksudnya para sahabat menerima Hadits rasulullah SAW dari sesama sahabat lain.
Para sahabat dalam menerima hadits dari nabi, berpegang pada kekuatan hapalannya. Mereka mendengar ucapan nabi dengan penuh kehati-hatian dan melihat apa yang nabi kerjakan. Para sahabat menghapal hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.
Keseragaman pendapat yang dilakukan oleh cendikiawan muslim, para ahli sejarah dan umat islam bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya memberikan perhatian khusus terhadap al-Quran, hal ini terbukti dengan penghapalan al-Quran dan penulisannya yang dilakukan oleh para sahabat pada waktu itu, hanya saja pada waktu itu al-Quran belum dikumpulkan dalam sebuah mushhaf.
Hadits merupakan sumber dari sumber-sumber tasyri', namun tidak memperoleh perhatian yang demikian, tidak diperintah secara resmi untuk menulisnya, layaknya diperintah menulis al-Quran. Para sahabat dalam menyampaikan hadits selalu meriwayatkan dengan berita lisan, dengan kata lain hadits pada waktu itu tidak ditulis, dengan beberapa alasan diantaranya:
a. Mentadwinkan hadits sangat sukar, karena memerlukan beberapa sahabat yang terus-menerus menyertai Nabi, disamping itu sahabat yang pandai Menulis, masih dapat dihitung dengan jari.
b. Khawatir akan bercampur aduk antara al-Quran dengan hadits dengan tidak disengaja, atau para sahabat menganggap segala yang dikatakan oleh nabi SAW adalah semuanya wahyu.
c. Mengacu pada hadits:
لا تكتب عنى غير القرأن ومن كتب عنى غير القرأن فليمحه,وحدثوا عنى ولا حرج,ومن كذب علي متعمجا فليتبوا مقعده من النالر.
Namun Rasulullah SAW memerintahkan kepada beberapa sahabat tertentu untuk Menulis al-Hadits. Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh RA menerangkan bahwa sesaat ketika kota Mekah telah dikuasai kembali oleh Nabi SAW, beliau berdiri berpidato dihadapan para manusia, tatkala berpidato seorang laki-laki dari Yaman yang bernama Abu Syah berdiri dan bertanya kepada Rasulullah SAW, ujarnya:
يا رسول الله اكتبو لى, فقال :اكتبوا له
Sejarah mencatat adanya beberapa naskah tulisan al-Hadits yang bersifat pribadi, diantara sahabat yang mempunyai naskah Hadits adalah:
a. 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, adalah sahabat yang selalu menulis hadits Nabi SAW, dari apa yang didengarnya. Namun tindakan tersebut mendapat respon yang tidak baik dari Quraisy, sontak saja 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash menanyakan kepada Rasulullah SAW, jawab beliau:
اكتب فوالذى نفسي بيده,مايخرج منه الا حق(رواه ابو داود)
Naskahnya bernama ash-Shadiqah yang berisi sekitar 1000 hadits.
b. Jabir bin 'Abdullah al-Anshori, naskahnya dinamai Shahifah Jabir . dll.
Bila kita lihat, disana terdapat nash-nash yang disatu pihak melarang menulis dan dipihak lain ada peridzinan untuk menulis al-Hadits, hal ini bukan merupakan pertentangan satu sama lain, akan tetapi hadits-hadits kita bisa kompromikan sebagai berikut:
1. Adanya larangan Menulis hadits terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadits tidak berbaur dengan al-Quran, setelah muslimin semakin banyak mengenal al-Quran, maka hukum larangan menulis hadits dinaskh dengan perintah membolehkannya.
2. Pelarangan terhadap penulisan al-Hadits bersifat umum, adapun perintah menulis bersifat khusus bagi yang mempunyai keahlian menulis, hingga dapat terjaga dari kekeliruan, seperti 'Abdullah bin 'Ash.
3. Bahwa larangan menulis ditujukan kepada yang kuat hapalannya daripada menulisnya, sedangkan menulis diperintahkan bagi orang yang tidak kuat hapalannya, seperti Abu Syah.
Sesudah wafatnya Rasulullah, para sahabat tidak berdiam diri, mereka pergi kekota-kota lain. Dengan demikian perkembangan riwayat dikalangan tabi'in menjamur, namun pada kholifah Abu Bakar dan Umar bin Khotob perkembangan riwayat hadits tidak signifikan, oleh karena khawatir terhadap umat islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari al-Quran, dan memerintahkan para sahabat lain agar berhati-hati dalam menrima riwayat-riwayat hadits.
Ketika tampuk kekuasaan dipegang oleh Sayidina Utsman dan selanjutnya oleh Ali RA, para sahabat diberi ruang gerak untuk perlawatan, demi mencari hadits dan mengumpulkannya.
Diantara para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits adalah Abu Hurarah RA, menurut Ibnu jauzi beliau meriwayatkan ebanyak 5.374 hadits, kemudian para sahabat yang paling banyak meriwayatkan esuadah Abu Hurairah adalah:
a. Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan 2.630 hadits
b. Anas bin Malik r.a. meriwayatkan 2.276 hadits
c. Siti Aisyah r.a. meriwayatkan 2.210 hadits
d. Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1.660 hadits
e. Jabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan 1.540 hadits
f. Abu Sa'id al-Khudri r.a. meriwayatkan 1.170 hadits.
Adapun system yang digunakan para sahabat dalam periwayatan hadits dengan dua cara:
1. Dengan lafal asli yang diterima dari Nabi SAW
2. Adakalanya dengan maknanya saja, sedang redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkannya. Hal ini tidak dilarang oleh Rasulullah SAW, berbeda dengan meriwayatkan Al-Quran, karena merupakan mukjizat dari Allah.
Bila kita tela'ah dari rentetan sejarah sederhana diatas, para sahabat tidak membukukan al-Hadits dan mengumpulkannya dalam sebuah mashaf layaknya al-Quran, oleh karena sunnah-sunnah tersebar luas dimasyarakat, lagi pula lafad-lafad hadits tidak ada lisensi terjaga dari lebih dan kurang, berbeda dengan al-Quran, dan kehawatiran para sahabat bila ditadwinkan, dimungkinkan akan mendustakan hadits yang tidak masuk.

2.2. MASA PENTADWINAN HADITS
Setelah Agama islam tersiar luas di masyarakat, sampai keluar jazirah Arab. Para sahabat yang berpencar kebeberapa pelosok negeri banyak yang meninggal dunia, maka terasa perlulah mengabadikan al-Hadits dengan tulisan dan dibukukan dalam dewan hadits. Urgensi ini menggerakan hati Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah bani Umayyah yang menjabat dari tahun 99 sampai dengan 101 Hijriyyah, untuk menulis dan membukukan hadits.
Yang menjadi dorongan utama Kholifah Umar bin Abdul Aziz berinisiatif demikian, yakni menghimpun al-Hadits dan membukukannya dalam hadits adalah:
a. Kemauan yang kuat melestarikan dan memelihara Hadits karena khawatir akan hilang al-Hadits dari pembendaharaan masyarakat dan bertunasnya Hadits-hadits maudlu' sejak Khalifah 'Ali bin Abi Thalib.
b. Alasan tidak terdewannya al-Hadits pada masa Rasulullah dan Khulafaur-Rasyidin, karena khawatir bercampur aduk dengan al-Quran, alasan tersebut sudah hilang oleh karena Al-Quran sudah dikumpulkan dalam satu mashaf dan tersebar keberbagai pelosok.
c. Pada masa khulafaur-rasyidin belum terbayang peperangan antara muslim dan kafir dan perang saudara, yang kian hari kian menjadi-jadi, yang berakibat berkurangnya Ulama Hadits.
Demi menghilangkan kehawatiran tersebut, Umar bin Abdul Aziz mengintruksikan kepada seluruh pejabat dan para Ulama untuk mengumpulkan Hadits, intruksinya yang berbunyi:
أنظروا حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فاجمعوا
Beliau mengintruksikan kepada Wali kota Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (-117 H) dengan menulis surat yang berbunyi:
أنظرما كان من حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فأكتبه فأنى خفت دروس العلم وذهاب العلماء ولاتقبل الا حديث الرسول صلى الله عليه وسلم ولتفشوا العلم ولتجلسوا حتى يعلم من لا يعلم فأن العلم لا يهلك حتى يكون سترا
Di samping mengintruksikan kepada Abu Bakar bin Hazm, Kholifah Umar bin Abdul Aziz juga mengintruksikan kepada Ibnu Syihab, dia seorang Tabi'in ahli hadits dan ahli fiqh (-124 H), beliau menghimpun dan menulis hadits-hadits, kemudian dikirim ke tiap-tiap wiayah. Disini ahli sejarah menganggap bahwa Ibnu syihab orang pertama yang mendewankan hadits.
Setelah periode Abu bakar bin Hazm dan Ibnu Syihab berlalu, muncullah periode pendewanan Hadits yang ke dua yang disponsori oleh Khalifah-khalifah Bani Abasiyah. Semerbaklah Ulama-ulama Hadits dalam periode ini seperti: Ibnu Juraij (80 H – 150 H) sebagai pendewan Hadits di Mekah. Abu Ishaq (-w 151 H) dengan karyanya al-Maghazi was-Siyar dan Imam Malik bin Anas (93 H - 179 H) sebagai pendewan Hadits di Madinah. Ar-Rabi' bin Shobih (-w 160 H), Hammad bin Salamah (-w 176 H) dan Sa'id ibnu Abi 'Arubah (-w 157 H) sebagai pengkodifkasi di Bashrah. Sufyan ats-Tsaury (97 H – 161 H) sebagai pendewan Hadits di Kuffah. Abdurrahman bin Amr bin Al-Auza'iy (88 H – 157 H) sebagai pendewan Hadits di Syam. Dan lain-lainnya. Adapun Kitab-kitab yang terkenal ialah Muwaththa-nya Imam Malik bin Anas yang disusun pada tahun 144 H, Musnadusy-Syafi'I dan Mukhtaliful Hadits Karya Imam besar Asy-Syafi'I.
Selanjutnya pembukuan Hadits dilakukan secara teliti oleh Imam-imam ahli Hadits pada pertengahan abad ketiga, seperti Imam Bukhari (194 H – 256 H) dengan kitabnya yang bernama Shahih Bukhari atau Jami'ush-shahih , Imam Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairiy dengan kitabnya bernama Shahih Muslim atau Jami'ush-shahih, Imam At-Tirmidzi, Imam Nasai, Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majjah, dan lain-lain.
Selanjutnya pada abad ke-IV yang dinamai permulaan abad Mutaakhirin, para Ulama menghapal sebanyak-banyaknya Hadits-hadits yang terkodifakasi, mulai dari sini muncullah gelar keahlian dalam ilmu Hadit, seperti al-Hakim, al-Hafizh dan lain-lain. Adapun karya yang masyhur pada abad ke-IV diantaranya: Mu'jamul Kabir, Mu'jamul Ausath dan Mu'jamush-Shagir karya Imam Sulaiman bi Ahmad ath-Thabrany (w 360 H). Sunan ad-Daruquthny karya Imam Abdul Hasan ali bin Umar bin Muhammad ad-Daruquthny (306 – 385 H), dan lain-lain.
Mulai pada abad ke-V dan seterusnya para Ulama ahli Hadits mencoba untuk mngklasifikan hadits dengan menghimpun Hadits yang sejenis kandungannya, disamping itu menguraikan dan mengikhtisar Hadits-hadits yang disusun oleh Ulama terdahulu. Dari sini lahirlah kitab-kitab Hadits Hukum, mistalnya: Sunanul Kubra, karya Abu Bakar bin Husen Ali al-Baihaqi (384 – 458 H), Muntaqal Akhbar, karya Majdudin al-Harrany (w- 652 H), Nailul-Aithar sebagai syarah kitab Muntaqal Akhbar karya asy-Syaukani (1172-1250 H). Selanjutnya Ulama Ahli Hadits berusaha menciptakan kamus-kamus hadits, seperti Jami'ush-Shagir karya Imam asy-Syuyuthi (849 – 911 H), Dakhairul-Mawarits karya al-'Alamah as-Sayyid Abdul Ghani an-Nabulisy. Mu'jamul-Fahras dan Miftahu Kunuzis-Sunnah karya Dr. Winsinc.

B A B III
PENUTUP

Pada zaman Rasulullah s.a.w., periode Khulafaur Rasyidin dan sebagian besar zaman Umawiyah hingga akhir abad pertama Hijriyah, Hadits-hadits Nabi tersebar secara periwayatan lisan. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan berdasarkan hapalannya
Hadits Nabi tersebar luas keberbagai wilayah yang dbawa oleh sahabat dan tabi'in, disamping itu para sahabat mulai berkurang jumlahnya karena meninggal dunia, diselingi oleh pertumbuhan hadits-hadits maudlu' yang muncul pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, oleh karena itu pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tepatnya abad ke dua mulailah penghimpunan dalam bentuk tulisan demi pemeliharaan Hadits, dari sini muncullah nama-nama pendewan Hadits.
Pada abad ke tiga para Ulama Hadits masih berusaha membukukan Hadits dengan menyusun kitab-kitab Musnad dengan penuh ketelitian. Pada abad ke tiga hijriyah yang disebut permulaan Ulama Mutaakhirin, disini para ahli Haditsnya mengalami sasaran baru yakni penghafalan dan menyelidiki berbagai sanad, sejak periode ini muncullah gelar keahlian dalam ilmu hadits. Usaha Ulama Hadits pada ke lima dan seterusnya ditujukan meng-klasifikasi Hadits dengan sejenis kandungan dan sifat-sifat isinya dalam sebuah kitab Hadits.
Kepada para Mualiful Kutub yang kami jadikan sebagai sumber, oleh karena itu kami haturkan banyak terima kasih atas tulisan-tulisan beliau-beliau, dan mudah-mudahan Allah mengampuni mereka dan semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah. Kepada semua pihak yang menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi terbitnya makalah ini kami haturkan terima kasih. Kepada khalayak pembaca yang menyambut baik atas kehadiran catatan sederhana ini, sudi kiranya memberi saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan.
Akhirnya hanya kepada Allah kami mohonkan agar para perintis dan Mualiful kutub Musthalah al-Hadits tersebut diberi pahala oleh Allah SWT. Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, petunjuk dan perlindungan kepada kita semua dan semoga mendapat manfaat yang besar, Ammiin, billahit Taufiq Wal Hidayah.


DAFTAR PUSTAKA

1. Fathurrahman, Drs., Ikhtisar Mustholah Hadits, Bandung, Al-ma'arif, Cet, kesatu, 1974.
2. Hasbi ash-Shidiqi, T.M. Prof. Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta, Bulan Bintang, Cet ke-8, 1988.
3. Muhammad 'Ajajul Khatib, DR., Ushul Hadits, Libanon, Dar-el Fikr, 1989.
4. Ahmad, H.M. Drs. Dan Mudzakir, M. Drs., Ulumul Hadits, Bandung, Pustaka Setia, Cet ke-1, Desember 2004.

penulis : chev el-hakiem