Sejarah Perkembangan Hadits

B A B I
PENDAHULUAN

Al-Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. bak berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan yang sebagainya. seluruh umat Islam seragam bahwa Hadits merupakan pedoman hidup utama setelah al-Quran. Hal-hal yang tidak dijelaskan dengan pasti dalam al-Quran, Haditslah sebagai media penjelas (mubayyin). Hal ini dijelaskan dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 44, yang artinya adalah:
"Dan Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu, agar engkau jelaskan kepada umat manusia, apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan mudah-mudahan mereka pada memikirkan"
Disamping itu kalau kita melihat kedudukan hadits maupun sunnah, dalam bidang syari'at, merupakan sandaran hukum pokok yang kedua setelah al-Quran yang disepakati oleh seluruh umat islam, walaupun ada segelintir orang yang nyeleneh dengan logika amburadulnya, menyatakan bahwa Rasulullah itu keliru dalam menyebarkan ajaran islam dengan jalan perang, dan haditsnya membikin bingung dan membikin repot dengan alasan bahwa redaksi hadits terlalu over dan hadits ndak qath'i.
Melihat pernyataan diatas, merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim untuk menyelami al-hadits dan ilmunya, bahkan Imam Sufyan Staury berpendapat sebagai berikut:
"Saya tidak mengenal ilmu yang lebih utama bagi yang berhasrat menundukan wajahnya dihadapan Allah s.w.t., selain dari ilmu hadits. Bahkan memeprlajari ilmu hadits lebih utama dari sholat dan puasa sunnat oleh karena mmempelajari ilmu ini adalah fardlu kifayah".
Dalam mempelajari hadits tidak lepas dari sejarah perkembangan hadits, dengan alasan kita akan mengetahui betapa kesungguhan yang dilakukan oleh para ahli dalam menumbuh kembangkan hadits, disamping itu kita akan mengetahui periode demi periode perkembangan riwayat-riwayatnya dari zaman kezaman hingga sampai kepada masa terkodifikasinya.

B A B II
SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS

2.1. HADITS PERIODE PRAKODIFIKASI
Pada masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat dengan kesungguhannya meperhatikan seluruh ucapan dan perbuatan Nabi atau gerak-geriknya untuk dijadikan pedoman hidup atau meneladaninya. Para sahabat menerima Hadits dari Rasulullah SAW, ada secara langsung dari beliau dengan mendengar langsung dari beliau, baik merupakan persoalan yang diajukan oleh para sahabat, maupun Nabi memulai pembicaraan sendiri. Adakalanya tidak langsung maksudnya para sahabat menerima Hadits rasulullah SAW dari sesama sahabat lain.
Para sahabat dalam menerima hadits dari nabi, berpegang pada kekuatan hapalannya. Mereka mendengar ucapan nabi dengan penuh kehati-hatian dan melihat apa yang nabi kerjakan. Para sahabat menghapal hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.
Keseragaman pendapat yang dilakukan oleh cendikiawan muslim, para ahli sejarah dan umat islam bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya memberikan perhatian khusus terhadap al-Quran, hal ini terbukti dengan penghapalan al-Quran dan penulisannya yang dilakukan oleh para sahabat pada waktu itu, hanya saja pada waktu itu al-Quran belum dikumpulkan dalam sebuah mushhaf.
Hadits merupakan sumber dari sumber-sumber tasyri', namun tidak memperoleh perhatian yang demikian, tidak diperintah secara resmi untuk menulisnya, layaknya diperintah menulis al-Quran. Para sahabat dalam menyampaikan hadits selalu meriwayatkan dengan berita lisan, dengan kata lain hadits pada waktu itu tidak ditulis, dengan beberapa alasan diantaranya:
a. Mentadwinkan hadits sangat sukar, karena memerlukan beberapa sahabat yang terus-menerus menyertai Nabi, disamping itu sahabat yang pandai Menulis, masih dapat dihitung dengan jari.
b. Khawatir akan bercampur aduk antara al-Quran dengan hadits dengan tidak disengaja, atau para sahabat menganggap segala yang dikatakan oleh nabi SAW adalah semuanya wahyu.
c. Mengacu pada hadits:
لا تكتب عنى غير القرأن ومن كتب عنى غير القرأن فليمحه,وحدثوا عنى ولا حرج,ومن كذب علي متعمجا فليتبوا مقعده من النالر.
Namun Rasulullah SAW memerintahkan kepada beberapa sahabat tertentu untuk Menulis al-Hadits. Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh RA menerangkan bahwa sesaat ketika kota Mekah telah dikuasai kembali oleh Nabi SAW, beliau berdiri berpidato dihadapan para manusia, tatkala berpidato seorang laki-laki dari Yaman yang bernama Abu Syah berdiri dan bertanya kepada Rasulullah SAW, ujarnya:
يا رسول الله اكتبو لى, فقال :اكتبوا له
Sejarah mencatat adanya beberapa naskah tulisan al-Hadits yang bersifat pribadi, diantara sahabat yang mempunyai naskah Hadits adalah:
a. 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, adalah sahabat yang selalu menulis hadits Nabi SAW, dari apa yang didengarnya. Namun tindakan tersebut mendapat respon yang tidak baik dari Quraisy, sontak saja 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash menanyakan kepada Rasulullah SAW, jawab beliau:
اكتب فوالذى نفسي بيده,مايخرج منه الا حق(رواه ابو داود)
Naskahnya bernama ash-Shadiqah yang berisi sekitar 1000 hadits.
b. Jabir bin 'Abdullah al-Anshori, naskahnya dinamai Shahifah Jabir . dll.
Bila kita lihat, disana terdapat nash-nash yang disatu pihak melarang menulis dan dipihak lain ada peridzinan untuk menulis al-Hadits, hal ini bukan merupakan pertentangan satu sama lain, akan tetapi hadits-hadits kita bisa kompromikan sebagai berikut:
1. Adanya larangan Menulis hadits terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadits tidak berbaur dengan al-Quran, setelah muslimin semakin banyak mengenal al-Quran, maka hukum larangan menulis hadits dinaskh dengan perintah membolehkannya.
2. Pelarangan terhadap penulisan al-Hadits bersifat umum, adapun perintah menulis bersifat khusus bagi yang mempunyai keahlian menulis, hingga dapat terjaga dari kekeliruan, seperti 'Abdullah bin 'Ash.
3. Bahwa larangan menulis ditujukan kepada yang kuat hapalannya daripada menulisnya, sedangkan menulis diperintahkan bagi orang yang tidak kuat hapalannya, seperti Abu Syah.
Sesudah wafatnya Rasulullah, para sahabat tidak berdiam diri, mereka pergi kekota-kota lain. Dengan demikian perkembangan riwayat dikalangan tabi'in menjamur, namun pada kholifah Abu Bakar dan Umar bin Khotob perkembangan riwayat hadits tidak signifikan, oleh karena khawatir terhadap umat islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari al-Quran, dan memerintahkan para sahabat lain agar berhati-hati dalam menrima riwayat-riwayat hadits.
Ketika tampuk kekuasaan dipegang oleh Sayidina Utsman dan selanjutnya oleh Ali RA, para sahabat diberi ruang gerak untuk perlawatan, demi mencari hadits dan mengumpulkannya.
Diantara para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits adalah Abu Hurarah RA, menurut Ibnu jauzi beliau meriwayatkan ebanyak 5.374 hadits, kemudian para sahabat yang paling banyak meriwayatkan esuadah Abu Hurairah adalah:
a. Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan 2.630 hadits
b. Anas bin Malik r.a. meriwayatkan 2.276 hadits
c. Siti Aisyah r.a. meriwayatkan 2.210 hadits
d. Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1.660 hadits
e. Jabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan 1.540 hadits
f. Abu Sa'id al-Khudri r.a. meriwayatkan 1.170 hadits.
Adapun system yang digunakan para sahabat dalam periwayatan hadits dengan dua cara:
1. Dengan lafal asli yang diterima dari Nabi SAW
2. Adakalanya dengan maknanya saja, sedang redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkannya. Hal ini tidak dilarang oleh Rasulullah SAW, berbeda dengan meriwayatkan Al-Quran, karena merupakan mukjizat dari Allah.
Bila kita tela'ah dari rentetan sejarah sederhana diatas, para sahabat tidak membukukan al-Hadits dan mengumpulkannya dalam sebuah mashaf layaknya al-Quran, oleh karena sunnah-sunnah tersebar luas dimasyarakat, lagi pula lafad-lafad hadits tidak ada lisensi terjaga dari lebih dan kurang, berbeda dengan al-Quran, dan kehawatiran para sahabat bila ditadwinkan, dimungkinkan akan mendustakan hadits yang tidak masuk.

2.2. MASA PENTADWINAN HADITS
Setelah Agama islam tersiar luas di masyarakat, sampai keluar jazirah Arab. Para sahabat yang berpencar kebeberapa pelosok negeri banyak yang meninggal dunia, maka terasa perlulah mengabadikan al-Hadits dengan tulisan dan dibukukan dalam dewan hadits. Urgensi ini menggerakan hati Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah bani Umayyah yang menjabat dari tahun 99 sampai dengan 101 Hijriyyah, untuk menulis dan membukukan hadits.
Yang menjadi dorongan utama Kholifah Umar bin Abdul Aziz berinisiatif demikian, yakni menghimpun al-Hadits dan membukukannya dalam hadits adalah:
a. Kemauan yang kuat melestarikan dan memelihara Hadits karena khawatir akan hilang al-Hadits dari pembendaharaan masyarakat dan bertunasnya Hadits-hadits maudlu' sejak Khalifah 'Ali bin Abi Thalib.
b. Alasan tidak terdewannya al-Hadits pada masa Rasulullah dan Khulafaur-Rasyidin, karena khawatir bercampur aduk dengan al-Quran, alasan tersebut sudah hilang oleh karena Al-Quran sudah dikumpulkan dalam satu mashaf dan tersebar keberbagai pelosok.
c. Pada masa khulafaur-rasyidin belum terbayang peperangan antara muslim dan kafir dan perang saudara, yang kian hari kian menjadi-jadi, yang berakibat berkurangnya Ulama Hadits.
Demi menghilangkan kehawatiran tersebut, Umar bin Abdul Aziz mengintruksikan kepada seluruh pejabat dan para Ulama untuk mengumpulkan Hadits, intruksinya yang berbunyi:
أنظروا حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فاجمعوا
Beliau mengintruksikan kepada Wali kota Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (-117 H) dengan menulis surat yang berbunyi:
أنظرما كان من حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فأكتبه فأنى خفت دروس العلم وذهاب العلماء ولاتقبل الا حديث الرسول صلى الله عليه وسلم ولتفشوا العلم ولتجلسوا حتى يعلم من لا يعلم فأن العلم لا يهلك حتى يكون سترا
Di samping mengintruksikan kepada Abu Bakar bin Hazm, Kholifah Umar bin Abdul Aziz juga mengintruksikan kepada Ibnu Syihab, dia seorang Tabi'in ahli hadits dan ahli fiqh (-124 H), beliau menghimpun dan menulis hadits-hadits, kemudian dikirim ke tiap-tiap wiayah. Disini ahli sejarah menganggap bahwa Ibnu syihab orang pertama yang mendewankan hadits.
Setelah periode Abu bakar bin Hazm dan Ibnu Syihab berlalu, muncullah periode pendewanan Hadits yang ke dua yang disponsori oleh Khalifah-khalifah Bani Abasiyah. Semerbaklah Ulama-ulama Hadits dalam periode ini seperti: Ibnu Juraij (80 H – 150 H) sebagai pendewan Hadits di Mekah. Abu Ishaq (-w 151 H) dengan karyanya al-Maghazi was-Siyar dan Imam Malik bin Anas (93 H - 179 H) sebagai pendewan Hadits di Madinah. Ar-Rabi' bin Shobih (-w 160 H), Hammad bin Salamah (-w 176 H) dan Sa'id ibnu Abi 'Arubah (-w 157 H) sebagai pengkodifkasi di Bashrah. Sufyan ats-Tsaury (97 H – 161 H) sebagai pendewan Hadits di Kuffah. Abdurrahman bin Amr bin Al-Auza'iy (88 H – 157 H) sebagai pendewan Hadits di Syam. Dan lain-lainnya. Adapun Kitab-kitab yang terkenal ialah Muwaththa-nya Imam Malik bin Anas yang disusun pada tahun 144 H, Musnadusy-Syafi'I dan Mukhtaliful Hadits Karya Imam besar Asy-Syafi'I.
Selanjutnya pembukuan Hadits dilakukan secara teliti oleh Imam-imam ahli Hadits pada pertengahan abad ketiga, seperti Imam Bukhari (194 H – 256 H) dengan kitabnya yang bernama Shahih Bukhari atau Jami'ush-shahih , Imam Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairiy dengan kitabnya bernama Shahih Muslim atau Jami'ush-shahih, Imam At-Tirmidzi, Imam Nasai, Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majjah, dan lain-lain.
Selanjutnya pada abad ke-IV yang dinamai permulaan abad Mutaakhirin, para Ulama menghapal sebanyak-banyaknya Hadits-hadits yang terkodifakasi, mulai dari sini muncullah gelar keahlian dalam ilmu Hadit, seperti al-Hakim, al-Hafizh dan lain-lain. Adapun karya yang masyhur pada abad ke-IV diantaranya: Mu'jamul Kabir, Mu'jamul Ausath dan Mu'jamush-Shagir karya Imam Sulaiman bi Ahmad ath-Thabrany (w 360 H). Sunan ad-Daruquthny karya Imam Abdul Hasan ali bin Umar bin Muhammad ad-Daruquthny (306 – 385 H), dan lain-lain.
Mulai pada abad ke-V dan seterusnya para Ulama ahli Hadits mencoba untuk mngklasifikan hadits dengan menghimpun Hadits yang sejenis kandungannya, disamping itu menguraikan dan mengikhtisar Hadits-hadits yang disusun oleh Ulama terdahulu. Dari sini lahirlah kitab-kitab Hadits Hukum, mistalnya: Sunanul Kubra, karya Abu Bakar bin Husen Ali al-Baihaqi (384 – 458 H), Muntaqal Akhbar, karya Majdudin al-Harrany (w- 652 H), Nailul-Aithar sebagai syarah kitab Muntaqal Akhbar karya asy-Syaukani (1172-1250 H). Selanjutnya Ulama Ahli Hadits berusaha menciptakan kamus-kamus hadits, seperti Jami'ush-Shagir karya Imam asy-Syuyuthi (849 – 911 H), Dakhairul-Mawarits karya al-'Alamah as-Sayyid Abdul Ghani an-Nabulisy. Mu'jamul-Fahras dan Miftahu Kunuzis-Sunnah karya Dr. Winsinc.

B A B III
PENUTUP

Pada zaman Rasulullah s.a.w., periode Khulafaur Rasyidin dan sebagian besar zaman Umawiyah hingga akhir abad pertama Hijriyah, Hadits-hadits Nabi tersebar secara periwayatan lisan. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan berdasarkan hapalannya
Hadits Nabi tersebar luas keberbagai wilayah yang dbawa oleh sahabat dan tabi'in, disamping itu para sahabat mulai berkurang jumlahnya karena meninggal dunia, diselingi oleh pertumbuhan hadits-hadits maudlu' yang muncul pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, oleh karena itu pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tepatnya abad ke dua mulailah penghimpunan dalam bentuk tulisan demi pemeliharaan Hadits, dari sini muncullah nama-nama pendewan Hadits.
Pada abad ke tiga para Ulama Hadits masih berusaha membukukan Hadits dengan menyusun kitab-kitab Musnad dengan penuh ketelitian. Pada abad ke tiga hijriyah yang disebut permulaan Ulama Mutaakhirin, disini para ahli Haditsnya mengalami sasaran baru yakni penghafalan dan menyelidiki berbagai sanad, sejak periode ini muncullah gelar keahlian dalam ilmu hadits. Usaha Ulama Hadits pada ke lima dan seterusnya ditujukan meng-klasifikasi Hadits dengan sejenis kandungan dan sifat-sifat isinya dalam sebuah kitab Hadits.
Kepada para Mualiful Kutub yang kami jadikan sebagai sumber, oleh karena itu kami haturkan banyak terima kasih atas tulisan-tulisan beliau-beliau, dan mudah-mudahan Allah mengampuni mereka dan semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah. Kepada semua pihak yang menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi terbitnya makalah ini kami haturkan terima kasih. Kepada khalayak pembaca yang menyambut baik atas kehadiran catatan sederhana ini, sudi kiranya memberi saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan.
Akhirnya hanya kepada Allah kami mohonkan agar para perintis dan Mualiful kutub Musthalah al-Hadits tersebut diberi pahala oleh Allah SWT. Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, petunjuk dan perlindungan kepada kita semua dan semoga mendapat manfaat yang besar, Ammiin, billahit Taufiq Wal Hidayah.


DAFTAR PUSTAKA

1. Fathurrahman, Drs., Ikhtisar Mustholah Hadits, Bandung, Al-ma'arif, Cet, kesatu, 1974.
2. Hasbi ash-Shidiqi, T.M. Prof. Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta, Bulan Bintang, Cet ke-8, 1988.
3. Muhammad 'Ajajul Khatib, DR., Ushul Hadits, Libanon, Dar-el Fikr, 1989.
4. Ahmad, H.M. Drs. Dan Mudzakir, M. Drs., Ulumul Hadits, Bandung, Pustaka Setia, Cet ke-1, Desember 2004.

penulis : chev el-hakiem

0 komentar:

Posting Komentar