ZAMAN MODERN Ditinjau Dari Aspek SEJARAH

Melihat secara historis, perkembangan pemikiran ilmiah berjalan sejak lama, selalu berada di belakang setiap kemajuan peradaban. Upaya manusia bermula ketika manusia melalui menemukan bagaimana cara belajar, karena dalam diri manusia mempunyai rasa keingin tahuan akan sesuatu. Manusia menemukan coba-coba (trial and error), cara tersebut membuat manusia menemukan pengetahuan ilmiah. Sejak itulah manusia menemukan bagaimana melakukan observasi dan eksperimen.

Enam episode perkembangan nilai-nilai ilmiah menurut M. Khalafallah, yaitu:

1. Zaman Purba, atau zaman batu. Oleh para sejarawan zaman ini disebut sebagai fajar awal zaman pengetahuan ilmiah. Pada zaman ini, mulai memebuat alat-alat dan senjata-senjata tertentu, kira-kira sekitar 400.000 tahun yang lalu. Sekitar 150.000 tahun yang lalu mereka menemukan pertanian. Pada zaman Fir'aun di Mesir, diantara mereka terdapat orang yang mampu menemukan dasar-dasar pertanian, urvei pertanahan dan kalkulasi banjir sungai Nil. Dari situlah mulai memerlukan jual beli. Agar keuntungan dan kerugian dapat dihitung, mereka mulai membutuhkan angka-angka.

2. Zaman Yunani, diperkirakan sampai pada permulaan abad ke-7 SM. Anggapan para sejarawan abad ini merupakan permulaan pengetahuan ilmiah yang sebenarnya. Dari sinilah dunia mengenal teori-teori unsure-unsur kimia, bilangan dan atomnya Democritus, geometrinya Plato, dan teori anatomi, botani zoology dan metalurginya Aristoteles.

3. Zaman Iskandariyah, pada abad ke-3 SM Ptelomeus mendirikan sebuah universitas dan menghasilkan para pakar, seperti Ptolomeus, Archimedes, Galen, Dioscorides, Oribasiosa, Pricles, Suclides, Theon, dan Hypatia, mereka menunggalkan sejumlah karya ilmiah, seperti astronomi, almagest, geografi, optic, geometri, pengeobatan, botani, dan matematika.

4. Zaman Islam, dorongan yang sangat besar dan legitimasi yang sangat kuat serta memberi porsi yang sangat tinggi bagi rasio dari dua sumber normative islam yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Oleh karena itu ketika terhampar pemerintahan islam diantara perbatasan Cina sampai keperbatasan prancis, para pemikir Islam mengebu-gebu bak api yang memperoleh bahan bakar untuk mempelajari jenis sains.

Pada zaman Daulah Abasiyah yang diiringi dengan iklim yang sangat kondusif, tampilah sejumlah sarjana muslim yang dapat disejajarkan dengan para ilmuan besar lainnya disegala zaman. Diantara mereka adalah Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi dan Abu Ali Husain ibn Sina, ahli dibidang kedokteran; Abdullah ibn Ahmad ibn baytar dan Abu mansyur al-Muwafaq al-Hirat, ahli dibidang farmasi; Abu Rayhan al-Biruni dan Abu Abdullah al-Idrisi, ahli dibidang astrologi; Zakaria bin Awwam, Abas bin Ali, ahli dibidang pertanian; ibn hayyan dan ibn Haitam, ahli dibidang ilmu kimia; al-Khayyam dan al-Buzjani, ahli dibdang matematika dan astronomi, dan lain-lainnya. Para intelektual muslim mengandalkan pemikiran akalnya dibuktikan melalui pengamatan dan percobaan, pengeamatan dan eksperimen, berpikir secara induktif, pengetahuan yang berdasarkan hukum dan lain-lannya.

Sebelum newton membahas atau dianggap sebagai penemu teori gravitasi namun sebelumnya hal ini telah dibahas oleh al-Khazin. Para sarjana islam telah membahas ukuran lingkaran bumi, catatan waktu equinox, menghitung jarak dan jarak antarplanet, sebelum Galileo, Kepler dan Copernicus membahasnya.

5. Zaman Renaisans, ilmu pengetahuan islam mulai surut, sementara Eropa mulai bangkit dengan mengadakan gerakan penerjemahan, mulai abad ke-3 mulai universitas-universitas didirikan, pertama di Paris, Oxford, Cambridge, di Italia dan negeri-negeri Eropa lainnya.

Tokoh-tokoh Renaisans yang penting adalah Francis bacon, Descartes, Newton, Copernicus, Galleo, Muller, Paster, Darwin, Lamarck dan lainlainnya.

6. Zaman Modern, menurut sebagian sejarawan zaman modern pada dasarnya adalah pengembangan luas dari zaman renaisans. Pada zaman ini memberikan lompatan yang sangat signifikan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sejalan dengan meluasnya ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, astronomi, astrologi dan lain-lainnya kegiatan ilmu pengetahuan lebih bersifat simulative dan kuantitatif. Dengan demikian, pernyataan-pernyataan lebih seksama dan eksak, sehingga mendekatkan kepada akses kebenaran, dan dengan didorong dengan metode keilmuan yang teruji kebenaranya, ha ini menjadi ilmu pengetahuan yang sangat dinamis.

0 komentar:

Posting Komentar